Bilangan 17:6-8
Setelah Musa berbicara kepada orang Israel, maka semua pemimpin mereka memberikan kepadanya satu tongkat dari setiap pemimpin, menurut suku-suku mereka, dua belas tongkat, dan tongkat Harun ada di antara tongkat-tongkat itu. Musa meletakkan tongkat-tongkat itu di hadapan TUHAN dalam kemah hukum Allah. Ketika Musa keesokan harinya masuk ke dalam kemah hukum itu, maka tampaklah tongkat Harun dari keturunan Lewi telah bertunas, mengeluarkan kuntum, mengembangkan bunga dan berbuahkan buah badam.
Saat itu Musa mendapat perintah dari Tuhan untuk mengumpulkan tongkat-tongkat dari para pemimpin kedua belas suku Israel untuk menentukan pemimpin, sehingga bisa menghentikan persungutan dan pemberontakkan kaum Israel. Di tiap-tiap tongkat tersebut tertulis nama-nama suku sesuai pemegang tongkatnya, dan salah satunya adalah tongkat Harus dari suku Lewi.
Ketika tongkat-tongkat tersebut ditaruh dalam kemah dimana Tabut Perjanjian berada, dalam waktu semalam, tongkat tersebut bertunas, mengeluarkan kuntum bunga, bahkan hingga bunga itu mekar dan menghasilkan buah.
Tapi hari ini saya tidak ingin bicara tentang si pemilik tongkat itu, yaitu Harun, namun saya lebih ingin mengekspos tongkat tersebut. Tongkat yang sebelumnya adalah sebatang pohon, yang ditanam di tanah. Sebagai sebuah pohon, tujuan hidupnya ialah untuk menghasilkan buah. Sayangnya, tidak untuk pohon yang satu ini.
Pohon badam yang satu ini dipotong, dan dipisahkan dari akarnya sewaktu ia masih cukup muda. Kulit batangnya di kelupas dan dia dijemur hingga kering. Tentu itu sebuah proses yang menyakitkan. Pohon itu telah mati dari semua impiannya, ia tidak mungkin akan berbuah lagi. Kini ia memiliki jati diri yang baru, sebatang tongkat.
Pada jaman itu tongkat adalah batang kayu yang kuat yang dibawa oleh para gembala. Para gembala tidak hanya menggunakan tongkat sebagai alat untuk membantu ia berjalan di tanah yang sulit dilalui namun juga sebagai senjata untuk menjaga kawanan dombanya dari ancaman dan serangan binatang buas. Tongkat adalah lambang kepemimpinan dan otoritas. Jadi, pohon yang telah mati atas impiannya itu dibawa Tuhan kedalam sebuah rencana yang lebih tinggi, menjadi sebuah lambang kepemimpinan.
Apakah hal ini sangat familiar dengan Anda? Mungkin Anda berkata, “Ya, itu adalah saya. Saya telah lama mati bagi impian-impian saya. Tuhan membawa saya kedalam sebuah proses yang tidak menyenangkan dan sangat berat..”
Saudaraku, jangan menyerah dengan proses yang Anda alami. Tuhan sedang membentuk Anda untuk sesuatu yang lebih besar dari diri Anda sendiri. Sama seperti pohon badam itu, ia ditentukan bukan sekedar menghasilkan buah. Ia telah ditentukan menjadi sebuah lambang kepemimpinan. Bahkan Tuhan membawa pohon yang telah menjadi tongkat itu kesebuah pengalaman spiritual yang menakjubkan.
Saat bangsa Israel bersungut-sungut dengen kepemimpinan Musa dan Harun, Tuhan memerintahkan tongkat dari kedua belas suku Israel ditaruh di dalam kemah suci. Di dalam hadirat Tuhan itu, hanya dalam waktu satu malam, tongkat itu bertunas, berbunga bahkan mengeluarkan buah. Ajaib bukan, pada hal tongkat itu tidak menyentuh tanah, berada dalam sebuah kemah yang gelap dan tertutup dari sinar matahari. Sedangkan secara alamiah, untuk dapat bertunas saja dibutuhkan proses menyerap sari-sari makanan dari tanah, memprosesnya melalui proses fotosintesis di daun dengan bantuan sinar matahari. Untuk menghasilkan buah, sebuah pohon butuh waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Namun tongkat pohon badam itu, dengan berada di dalam hadirat Tuhan selama satu malam, dia bisa bertunas, berbunga dan menghasilkan buah.
Seperti yang dialami oleh tongkat tersebut, saat Anda dipilih Tuhan untuk menjadi alatnya mungkin Anda harus mengalami yang namanya mati bagi mimpi-mimpi Anda. Namun ketika tiba saatnya, ketika Anda terus berpegang pada janji Tuhan dan taat dalam panggilan Anda, hanya dengan berada dalam hadirat Tuhan, semua impian yang harusnya Anda capai dengan membutuhkan waktu bertahun-tahun dapat Tuhan wujudkan dalam waktu satu malam. Satu hal yang kita perlu garis bawahi, ketika semua itu terjadi kita tahu bahwa semua itu bukan karena kuat dan gagah kita. Karena saat itu ego dan keakuan kita telah hancur dihadapan Tuhan. Kita dapat berkata dengan penuh ucapan syukur bahwa semua itu karena Tuhan.
Seperti tongkat itu, yang kemudian disimpan dalam Tabut Perjanjian untuk menjadi peringatan bagi generasi-generasi selanjutnya. Demikian juga hidup Anda, ketika Anda berjalan dalam panggilan Tuhan dengan penuh kesetiaan, Anda menjadi sebuah teladan bagi generasi selanjutnya bahwa berjalan dalam kehendak Tuhan tidak pernah rugi. Hal itu adalah sebuah kehormatan.
Adaptasi dari buku: The Ultimate Comeback, Tommy Tenney;Immanuel Pub